Merdeka.com - Fakta terbaru muncul terkait penerbangan AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura yang jatuh di perairan Selat Karimata, Pangkalanbun, Kalimantan Tengah. Diketahui, saat itu petugas Flight Operation Officer (FOO) terlambat mengambil peta cuaca pada hari nahas 28 Desember 2014 itu.
"Betul, pihak maskapai mengambil pukul 7 setelah pesawat hilang," Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Bandara Juanda, Bambang Setiajid, saat dihubungi merdeka.com, Jumat (2/1).
Dalam satu penerbangan, maskapai wajib menyediakan sejumlah dokumen penting untuk kelengkapan penerbangan. Salah satunya, dokumen peta cuaca yang disediakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Prosedur itu jelas, dalam regulasi Civil Aviation Safety Regulation (CASR), bahwa dalam salah satu aturannya, sebelum terbang, penerbangan sipil harus melengkapi sejumlah dokumen ini, salah satunya dari BMKG," jelasnya.
Biasanya, peta cuaca itu diambil oleh petugas FOO maskapai satu jam sebelum penerbangan. Pihak BMKG sendiri, selalu mengupdate cuaca dan menyediakannya dalam bentuk hardcopy untuk setiap penerbangan. Hardcopy itu biasanya disiapkan di ruangan BMKG di masing-masing bandara.
"Tapi saat itu, AirAsia penerbangan itu baru ambil pukul 7 dan kita tahu setelah kejadian. Tapi bukan berarti si pilot tidak pegang, karena bisa diambil dari website. Tapi saya pikir mungkin saat itu si pilot dia ambil dari peta cuaca Malaysia, Singapura dan Australia," katanya.
Padahal, kata Bambang, kepemilikan peta cuaca cukup penting dalam sebuah penerbangan. Karena di situ tergambar kondisi cuaca di bandaranya berangkat, tujuan dan alternatif. Peta cuaca yang tergambar berlaku untuk enam jam ke depan, atau bisa juga diupdate menjadi tiap jam bila penerbangan tersebut berhadapan dengan keadaan yang luar biasa.
"Meskipun cuaca itu pasti ada berubah tapi paling tidak jadi gambaran. Karena di situ tertera prakiraan cuaca, informasi cuaca bermakna, satelit dan analisis berupa peta, angin berlapis sampai 3900 ft, juga kondisi awan yang terfoto di satelit," tambahnya.
"Dan untuk saat itu, pada peta cuaca jelas tergambar di dekat lokasi kejadian, atau saat masuk Laut Jawa sampai Singapura, banyak awan kumulonimbus, dan gugusan awan. Karena itukan kita tahu pilot coba antisipasi dengan meminta belok," lanjutnya.
BMKG berharap ke depan pihak maskapai tak lagi melupakan salah satu tahapan penting ini sebagai syarat kelayakan penerbangan. Apalagi, BMKG selalu menyediakan, bahkan dalam sehari bisa membuat sekitar 160-an peta cuaca untuk setiap penerbangan.
"Tapi setelah kejadian ini jadi banyak minta briefing langsung, sebelumnya jarang sekalinya kecuali ada operasi, atau ada kondisi erupsi seperti beberapa waktu kemarin," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar sesuai dengan topik bahasan dan tidak melanggar unsur-unsur yang merugikan dan menghina. Komentar yang sifatnya spam akan dihapus.
Terimakasih sudah berkunjung dan memberikan komentar di blog Kawan Bicara.